Gero' merupakan salah satu bentuk zikir bernuansa kedaerahan yang memiliki nilai-nilai spiritual yang tinggi. Gero' biasanya disandingkan dengan Saketa sehingga di sebut juga dengan Gero' Saketa, sedangkan Saketa merupakan salah satu bentuk tembang Sumbawa yang diangkat dari lawas. Selama ini, masyarakat Sumbawa hanya memahami gero' sebatas apa yang dilihat dan dipelajari, hal ini merupakan suatu yang wajar karena gero' belum digali secara maksimal, gero' hanya dikembangkan sebatas "fisik" belum menyentuh sampai ke kedalaman. Sebuah kesenian akan berkembang apa adanya ketika ia dikembangkan juga dengan apa adanya. Bila kita menonton pertunjukan gero' baik dalam parade budaya, maupun dalam event seni lainnya maka akan terdengar dua buah kata yang diucapkan secara statis atau berulang-ulang yaitu ho dan ham. Kedua kata ini dilantunkan seperti sebuah ritual koor. Ho dan Ham sebenarnya bukanlah sembarang kata, tapi kata-kata yang kental dengan nuansa magis. Pada masa kesultanan, ia adalah media penyerta yang digunakan oleh masyarakat Sumbawa dalam berbagai upacara ritual seperti Upacara Tanak Juran dan Upacara Tanak Mulir. Selain itu, ho ham juga digunakan oleh pasukan bala cucuk sebelum berangkat berperang. Pada saat ini mengikuti arus zaman, gero' saketa tidak lagi menjadi seni tradisi ritual tapi hanya sekedar tradisi hiburan.
Sabtu, Desember 3
NYEMA KURI
hanya terdengar suara serune
maka tangan-tangan bersedekap pada hati yang sujud
mengepal kuat seperti tangan-tangan bayi yang baru lahir
tubuhpun terduduk diam
kepalapun serentak menunduk
menyatu bersama hening
sepenuh pasrah
ketika saatnya tiba
suara serune mengalun syahdu
lantunkan ulan nguri
maka jari-jemari yang mekarpun
perlahan-perlahan menguncup
halus dan lembut
satukan telapak-telapak
dalam kelopak-kelopak hati
lalu tangan-tangan melepas sedekap
biarkan lutut menjejak bumi
bersama tubuh dan jiwa yang pasrah
bangkit me-nyema kuri
“bukan dirimu yang ku sembah
tapi sumpahmu pada allah
sang maha pencipta
yang menjadikanmu laksana intan
maka terimalah persembahanku ini
sebagai bukti pengabdian
dan kepasrahanku padamu”.Jumat, Desember 2
Upacara Basaturin
Salah satu upacara yang berasal dari pengaruh Hindu yang masih berkembang di Sumbawa adalah upacara basaturen, yaitu sebuah upacara ritual yang dilaksanakan di pantai dalam bentuk pemberian sesajian yang dibuang ke laut. Upacara ini biasanya dilaksanakan ketika masyarakat memiliki hajat-hajat tertentu misalnya ; agar cepat mendapat jodoh, agar usaha berjalan lancar, agar perkawinan berjalan dengan selamat, dll. Sesajian dapat berupa ketan hitam (lege pisak), beras (loto) kuning dan putih, ayam dan pisang. Seluruh sesajian kemudian dimasukkan ke dalam perahu kecil yang khusus di buat untuk kepentingan upacara. Dalam upacara ini biasanya terdapat orang yang menari (bajoge) dengan menggunakan keris yang diiringi dengan musik tradisional gong genang. Upacara ini diperkirakan di bawa oleh masyarakat pendatang dari Bugis dan Makasar yang mendiami wilayah pesisir Sumbawa yang kemudian menjadi tradisi dan bagian dari adat Sumbawa. Saat ini upacara basaturen masih dilaksanakan di kecamatan Moyo Hilir terutama desa Serading, Berare dan Moyo, di Boal kecamatan Empang, dll, sedangkan tempat pelaksanaan upacara biasanya dilaksanakan di tempat-tempat tertentu seperti Tanjung Menangis, Tanjung Bele, Liang Kele Labuhan Ijuk, Teluk Saleh, dll.
Upacara Tanak Juran
Upacara Tanak Juran merupakan sebuah upacara yang dilaksanakan di Istana Kesultanan Sumbawa dalam bentuk do’a bersama untuk memohon keselamatan pada Tuhan Yang Maha Esa. Upacara ini dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari dimana pada malam pertama, pertengahan, dan khususnya pada malam terakhir tampil perwakilan dari 4 (empat) Juran, yaitu ; 1) Juran Samapuin, 2) Juran Lempeh, 3) Juran Seketeng, dan 4) Juran Brang Bara.
Pada upacara ini terdapat barisan panjang yang dipimpin oleh 2 (dua) orang anak-anak yang belum akil balik yang mengenakan saluar belo (celana panjang), kre alang (tenun ikat Sumbawa, ketopong (perhiasan kepala), dan kawari (perhiasan dada). Kedua anak tersebut berjalan sambil melakukan gerakan betanak yaitu sebuah gerakan dengan cara mengayunkan kaki kekiri dan kekanan dan mengayun-ayunkan tangan sambil memegang kida sanging (sejenis sapu tangan). Gerakan ini kemudian dijadikan sebagai dasar lahirnya gerak dasar tanak dalam Tari Tradisional Sumbawa. Pada jaman modern ini, Upacara Tanak Juran hampir tidak pernah lagi dilaksanakan, kecuali oleh Kecamatan Empang dengan nama Upacara Tanak Eneng Ujan atau disebut juga dengan Upacara Bayayu.
Pada upacara ini terdapat barisan panjang yang dipimpin oleh 2 (dua) orang anak-anak yang belum akil balik yang mengenakan saluar belo (celana panjang), kre alang (tenun ikat Sumbawa, ketopong (perhiasan kepala), dan kawari (perhiasan dada). Kedua anak tersebut berjalan sambil melakukan gerakan betanak yaitu sebuah gerakan dengan cara mengayunkan kaki kekiri dan kekanan dan mengayun-ayunkan tangan sambil memegang kida sanging (sejenis sapu tangan). Gerakan ini kemudian dijadikan sebagai dasar lahirnya gerak dasar tanak dalam Tari Tradisional Sumbawa. Pada jaman modern ini, Upacara Tanak Juran hampir tidak pernah lagi dilaksanakan, kecuali oleh Kecamatan Empang dengan nama Upacara Tanak Eneng Ujan atau disebut juga dengan Upacara Bayayu.
PROSESI PERKAWINAN ADAT SUMBAWA
1. Bejajag
Bajajag merupakan tahap awal yang penting dan sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah perkawinan. Seorang jejaka yang menaruh hati pada seorang gadis sebelum resmi meminang memerlukan waktu khusus untuk mengadakan semacam observasi mengenai gadis tersebut. Biasanya kerabat dekatnya (saudara perempuan atau bibi) diutus bertandang ke rumah sang gadis untuk mengadakan pendekatan sedemikian rupa sehingga segala data tentang gadis tersebut dapat diperoleh yang meliputi kepribadian, keterampilan, dsb, sudah tentu yang terpenting adalah kesungguhan sang gadis untuk berumah tangga. Biasanya data tersebut dipergunakan untuk lebih memantapkan persiapan si jejaka untuk segera meminang (rata-rata pasangan tersebut sudah pacaran sebelumnya).
2. Bakatoan
Bakatoan atau meminang dilaksanakan oleh sebuah tim kecil yang ditentukan oleh pihak keluarga laki-laki yang terdiri dari kerabat terdekat yang dituakan ditambah dengan tokoh-tokoh masyarakat yang disegani. Sebelum prosesi Bakatoan dilaksanakan, seorang kurir dari pihak laki-laki mendatangi orang tua pihak perempuan untuk memberitahukan bahwa akan dating rombongan dari pihak laki-laki pada waktu tertentu yang telah disepakati oleh pihak laki-laki.
3. Basaputis
Biasa juga disebut Saputis Ling. Pada tahap ini segala bentuk keperluan dari kedua belah pihak untuk mendukung suksesnya perkawinan dimusyawarahkan dan dibicarakan secara tuntas. Pihak perempuan yang menurut adat menjadi pelaksana hampir seluruh upacara, pada kesempatan itu menyatakan keperluan yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki yang biasanya dalam bahasa Sumbawa disebut Mako. Besar kecilnya keperluan tersebut tergantung hasil musyawarah antar keluarga perempuan. Pada saat inilah peran dukun atau sanro menonjol, seperti misalnya untuk menentukan hari baik bulan baik upacara selanjutnya. Tentu saja dengan tetap mempertimbangkan keinginan kedua belah pihak.
4. Bada’
Bada’ adalah pemberitahuan secara resmi kepada si gadis bahwa dia tidak lama lagi akan menikah. Petugas unutk itu biasanya ditunjuk istri tokoh-tokoh masyarakat yang disegani. Waktu yang dipilih pagi hari, dengan mengucapkan kata-kata sebagai berikut :
“Mulai ano ta, man mo mu lis tama, apa ya tu sabale sapara kauke si A anak si B”. Setelah mendengar ucapan itu, sang gadis biasanya langsung menangis ditingkahi oleh suara rantok (alat penumbuk padi) bertalu-talu seolah-olah menjadi publikasi spontan kepada masyarakat kampung bahwa seorang gadis telah akan meninggalkan masa remajanya.
5. Nyorong
Nyorong merupakan sebuah upacara adat dimana pihak keluarga calon pengantin laki-laki datang dengan rombongan yang cukup besar untuk menyerahkan bawaan kepada pihak keluarga calonn pengantin wanita. Upacara ini biasanya diiringi dengan kesenian Ratib Rebana Ode. Di pihak wanita telah menanti juga dalam jumlah yang cukup besar, wakil-wakil dari pihak keluarga dan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Setelah diawali dengan basa-basi dalam acara berbalas pantun, maka barang-barang bawaanpun diserahkan.
6. Barodak Rapancar
Untuk mempersiapkan kedua mempelai dalam menghadapi upacara selanjutnya seperti layaknya yang terjadi pada etnik lain, di Sumbawapun di kenal apa yang disebut dengan Barodak Rapancar. Dalam upacara tersebut, calon pengantin di lulur dengan ramuan tradisional yang disebut Odak. Odak dibuat dari ramuan kulit-kulit beberapa jenis pohon yang serba guna yang diproses secara khusus (ditumbuk halus). Fungsi utama odak adalah agar kulit menjadi kuning dan halus. Di samping itu, dengan ramuan daun pancar (pemerah kuku), kedua mempelai di cat kukunya (kaki maupun tangan) oleh Ina Odak, petugas khusus sebagai juru rias. Selain yang bersifat fisik, selama menjalani proses barodak, kepada mereka diajarkan pula hal-hal yang berhubungan dengan persiapan menjadi suami istri, termasuk menjaga makanan/minuman.
7. Ete Ling
Dua atau tiga hari sebelum upacara terpenting yaitu Nikah tiba, 2 (dua) orang petugas agama (P3NTR) atas permintaan orang tua pihak wanita mendatangi calon pengantin wanita untuk secara resmi meminta jawaban dan keinginan sang gadis dinikahkan dengan calon pengantin pria. Pada saat itu, sang gadis menyampaikan maksudnya bahwa memang betul dia ingin dinikahkan dengan jejaka tersebut, dan meminta agar hal tyersebut disampaikan kepada orang tuanya. Ling (ucapan) tersebut disampaikan kepada orang tua, dan langsung saat itu dirundingkan apakah akad nikah nanti dilaksanakan sendiri olehg ayah sang gadis atau diwakilkan.
Bila segala sesuatu telah siap, maka dengan berpedoman pada jadwal waktu yang telah ditetapkan pada acara basaputis, maka upacara nikahpun akan segera dilaksanakan.
8. Nikah
Sebagai penganut agama Islam, bagi masyarakat Sumbawa sebenarnya inilah inti dari segala rangkaian upacara adat perkawinan. Petrugas agama dan tokoh-tokoh masyarakat yang diundang dalam upacara ikut menjadi saksi telah terjadinya ikatan perkawinan yang suci dan sangat disucikan. Kembang-kembang nikah yang ditancapkan mengelilingi sebatang pohon pisang yang diletakkan dalam sebuah bokor kuningan berisi beras dibagi-bagikan kepada hadirin.
9. Basai
Pada upacara inilah kedua mempelai menjadi raja sehari. Publikasi kepada seluruh warga masyarakat tentang perkawinan mereka dilaksanakan sepenuhnya lewat upacara basai. Gemerincing uang logam yang diberikan oleh hadirin dalam acara Barupa yang ditingkahi dengan puisi lisan tradisional (lawas) merupakan pesan-pesan moral terselubung yang sukar untuk dilupakan oleh kedua mempelai.
Kamis, Desember 1
MUSIK TRADISIONAL SUMBAWA
Musik tradisional Sumbawa merupakan musik ritmis, atau musik yang aksentuasinya lebih pada irama, bukanlah musik melodius. Dalam Musik Etnik Sumbawa tidak terdapat gamelan seperti musik daerah Bali, Lombok maupun Jawa. Gamelan bagi daerah-daerah tersebut selain berfungsi sebagai pembawa melodi (alunan), juga sebagai ‘roh’ musik, berbanding terbalik dengan Musik Tradisional Sumbawa yang alat musik utamanya justru adalah genang (gendang) yang berfungsi sebagai pembawa ritme atau pemimpin irama. Sebagai sebuah musik ritmis, Musik Daerah Sumbawa kaya dengan irama yang terwakilkan dalam temung (jenis pukulan), baik temung yang terdapat pada genang, rebana, palompong, dsb. Dalam Musik Tradisional Sumbawa, keberadaan serune yang merupakan satu-satunya alat musik tiup yang memiliki notasi yang paling sering digunakan, hanya berfungsi untuk memberi nuansa melodis, namun alunannya tetap mengikuti alur musik yang dibuat oleh genang sebagai pemimpin irama.
A. Ragam Ansambel Musik
Secara harfiah ansambel berarti kumpulan atau gabungan, dengan demikian ansambel musik berarti kumpulan alat musik. Di Indonesia terdapat beraneka ragam ansambel musik tradisi, seperti Ansambel Gordang Sambilan yang merupakan Musik Adat masyarakat Mandailing, Tapanuli Selatan, Ansambel Angklung Bungko dari Cirebon, dll. Di Kabupaten Sumbawa, dari hasil pendataan, ditemukan beberapa ansambel baru selain ansambel yang sudah ada, antara lain :
1. Ansambel Musik Gong genang
Ansambel Musik Gong Genang adalah sekelompok alat musik tradisional Sumbawa yang dimainkan secara bersamaan dalam beberapa komposisi musik. Ansambel ini dapat juga dikatakan sebagai musik orkestranya Sumbawa. Alat-alat musik yang dimainkan dalam ansambel ini adalah :
· Genang sebanyak 2 buah, yaitu genang penganak dan penginak,
· Serune ; 1 buah,
· Rebana Kebo ; min 1 buah
· Gong ; 1 buah,
· Palompong ; 1 buah
· Santong Srek ; 1 buah,
· Dll sesuai dengan kebutuhan.
Khusus untuk Kabupaten Sumbawa Barat ditambah dengan Tawa-Tawa, sejenis gong kecil, 1 buah.
Ansambel Musik Gong Genang digunakan untuk mengiringi Tari Daerah Sumbawa, gentao, ngumang, beberapa upacara adat, dsb. Pada awalnya, ansambel ini hanya terdiri dari genang, serune dan gong, namun pada perkembangan berikutnya, mendapat penambahan alat musik lainnya, yaitu palompong, santong srek, dll. Motor penggerak ansambel ini adalah genang yang berfungsi sebagai pembawa rhytme atau irama melalui temung (jenis pukulan) genang.
Ansambel Musik Ketong Kasalung merupakan sebuah ansambel yang seluruh alat musiknya terbuat dari bambu, dan digunakan untuk mengiringi sebuah tembang yang dibuat secara khusus dengan warna yang berbeda dengan tembang-tembang yang ada. Ansambel ini merupakan hasil eksperimentasi dari seniman Sumbawa yang berasal dari Kecamatan Lunyuk, yaitu Ace Let Luar dan kawan-kawannya. Nama-nama alat yang terdapat dalam ansambel ini adalah :
· Ketong Salung
Terdiri dari 7 (tujuh) buah ketong (bambu besar dan tebal) dengan berbagai macam ukuran. Cara memainkannya dengan memukul bagian bawah ketong ke lantai sehingga menghasilkan suara yang beraneka ragam tergantung dari ukuran ketong. Ketong yang besar akan menghasilkan suara yang agak ngebas sedangkan ketong kecil memunculkan bunyi yang nyaring.
· Ketong Ngentong
Ketong yang di gantung. Ketong ini memiliki notasi dan berfungsi sebagai pembawa melodi.
· Ketong Kosok
Adalah sebuah alat musik yang dimainkan seperti marakas. Alat ini dibuat dari ketong yang beruas pendek.
· Serune Pincuk Segantang
Serune pincuk segantang merupakan serune yang berukuran panjang dan besar. Panjangnya bisa mencapai sekitar 1,5 meter. Sarumungnya terbuat dari bambu yang dianyam.
· Genang Petung
Merupakan sebuah genang (gendang) yang terbuat dari ketong yang berukuran besar, yang di bagian lubang kiri kanannya di lapisi dengan kulit kambing.
· Rebab Ketong
Rebab yang dibuat dari ketong.
· Sekapak
Sebuah alat musik yang terbuat dari seruas bambu yang dibelah sampai batas buku, kemudian dilubangi sampai tembus sebagai tempat tangan untuk mengadu atau membenturkan antara buku yang satu dengan yang lain sehingga bersuara dengan keras.
· Serune Ode
Serune biasa yang sering digunakan dalam berbagai moment kesenian daerah.
Sebagai alat musik yang lahir dari hasil eksperimentasi, ansambel ini belum begitu memasyarakat. Namun demikian, ansambel Ketong Kasalung memiliki potensi untuk dikembangkan karena memiliki keunikan dan memberi warna baru bagi musik tradisional Sumbawa.
- Ansambel Musik Kolaborasi dan Kontemporer
Langganan:
Postingan (Atom)